Cara Cerdas Mencegah Penyebaran Hoax di Media Sosial
Cara Cerdas Mencegah Penyebaran Hoax di Media Sosial

Menyadari hal tersebut, sudah banyak kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media sosial. Pemerintah juga berupaya untuk mengurangi penyebaran hoax dengan cara menyusun undang-undang yang di dalamnya mengatur sanksi bagi pengguna internet yang turut menyebarkan konten negatif. Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika turut mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital, salah satunya melalui 'Mudamudigital'.
Mudamudigital merupakan wadah bagi para generasi muda untuk berbagi ilmu dengan para pakar literasi digital Indonesia. Para peserta juga dapat 'curhat' kepada para pakar tentang apa saja yang mereka hadapi di dunia digital pada 'zaman now'.
Tujuan utama dari Mudamudigital ialah membentuk generasi muda Indonesia agar mempunyai kecerdesaan literasi digital yang tinggi. Sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh berita-berita hoax yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Teknologi Herry Abdul Azis mengatakan internet telah membuat informasi berkembang lebih jauh. Dalam hitungan jam, satu topik bisa berkembang lebih luas.
"Misalnya saja berita yang berkembang soal registrasi SIM Card telah berkembang sangat jauh. Dalam hitungan jam, berapa hari, berita berkembang luas, bahkan ada yang menjadi hoax. Masuk ke ranah-ranah lain, seperti untuk penyadapan dan lain-lain,"kata Herry dalam acara Literasi Cerdas Bermedia Sosial yang digagas Mudamudigital di Kota Bandar Lampung, Jumat (3/11/2017).
"Hoax tersebut sangat viral, padahal tidak ada hubungannya. Baru hitungan hari saja sudah berubah. Padahal, hal tersebut tidak benar," ujarnya.
Lebih lanjut, Herry menjelaskan berita hoax soal registrasi SIM Card juga mempengaruhi masyarakat. "Diperkirakan sampai 41% orang terpengaruh," katanya.
Lalu, bagaimana meminimalisir berita hoax yang bertebaran saat ini?
"Muda mudi digital jangan mudah percaya dengan informasi yang berseliweran. Cek kebenarannya," kata Herry. Selain itu, dia mengimbau agar tidak membaca sesuatu hanya sepotong-sepotong.
![]() |
Dalam
kesempatan yang sama, Septiaji Eko Nugroho selaku Inisiator Masyarakat
Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia anti-hoax menjelaskan bahwa orang Indonesia kerap percaya pada hoax kesehatan dan keuangan. Karena itu, tak mengherankan jika ribuan orang kerap jadi korban investasi bodong.
"Kejadian
tersebut terjadi karena orang Indonesia kurang edukasi literasi
digital. Kampanye publik dapat digalakkan untuk menangkal hoax,"
katanya.
Menurut Septiaji, keluarga adalah garda terdepan untuk mencegah hoax. Orangtua harus aktif saat anak mengakses media sosial. Di sisi lain, seluruh pihak juga terlibat aktif menangkal hoax, tak terkecuali para pemimpin agama.
"Seringlah
menulis hal-hal positif tentang lingkungan sekitar. Jangan diam dan
sibuk pada urusan hal-hal buruk. Tingkatkan level pemikiran kritis
sebagai upaya memerangi informasi yang keliru," katanya.
Sementara
itu, Kanit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
AKBP Purnomo mengingatkan agar generasi muda tidak sembarangan
membagikan sesuatu di internet, misalnya informasi menyinggung orang
lain.
"Menyebarkan atau memberikan informasi buruk di internet
bisa terancaman pidana pasal 310 dan 311 KUHP dan Undang-Undang ITE. Cek
dulu informasi yang ingin disebarkan, apa dapat merugikan orang lain,
jangan sampai bersinggungan dengan hukum," katanya.
Menyadari bahwa saat ini era e-Commerce
sedang bertumbuh, Purnomo tak lupa memberikan tips agar anak muda
terhindar dari penipuan. Dia menyarankan, sebelum membeli sesuatu dari
internet, sebaiknya kita memilih online shop yang terverifikasi dan bisa dipercaya.
"Walaupun
harganya mungkin sedikit lebih mahal. Kalau ada yang menawarkan harga
lebih murah, tapi reputasi belum teruji, harus diwaspadai," katanya.
Untuk
pengguna internet yang sudah terlanjut menjadi korban penipuan, Purnomo
menyarankan agar mereka membuat laporan kepada Kepolisan. Berbekal
bukti laporan dari kepolisian, korban bisa meminta agar bank membekukan
sementara rekening pelaku penipuan.
"Rekening pelaku bisa
ditahan, penundaan transaksi sebentar. Sesuai UU pencucian uang, bank
dapat melakukan penundaan transaksi bila ada transaksi yang
mencurigakan. Ini kan teman-teman transaksi melalui transfer, jadi bisa
dilihat," katanya.
Perlu diketahui, data Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di
Indonesia sudah mencapai 132,7 juta.
Meningkatnya perkembangan pengguna internet di Indonesia memiliki dampak positif antara lain semakin meningkatnya pertumbuhan e-Commerce
di Indonesia. Namun, di saat yang bersamaan, pertumbuhan pengguna yang
massif ini membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatnya radikalisme
digital, jejaring teroris online, berita palsu, ujaran kebencian dan cyberbullying.
![]() |
Hal ini terlihat dengan begitu banyak informasi hoax. Berita-berita hoax yang menyesatkan beredar lewat berbagai jalur digital, termasuk situs media online, blog, website, media sosial, email, dan aplikasi pesan instan.
Menurut
The Jakarta Post, sejak tahun 2008, 144 orang telah diproses hukum
karena melanggar Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),
terutama terkait dengan berita palsu dan ujaran kebencian di media
sosial. Selain itu, hingga tahun 2016, terdapat sekitar 773.000 situs
yang diblokir oleh Kementerian Kominfo dan mayoritas situs ini merupakan
situs pornografi. Tindakan pemblokiran ini menunjukkan bahwa masih
terdapat konten negatif di internet.
Menyebarnya hoax di
internet ini sebenarnya bukan problem yang hanya terjadi di Indonesia.
Bahkan, Amerika Serikat sekalipun mengalami masalah serius terkait
penyebaran hoax di media sosial, terutama Facebook dan Twitter.
Tindakan sederhana apa yang bisa kita lakukan agar tidak ikutan menyebarkan hoax? Berikut tips dari Septiaji Eko Nugroho.
Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax
seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya
dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa
diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan
persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link,
cermatilah alamat URL situs dimaksud. Berita yang berasal dari situs
media yang sudah terverifikasi Dewan Pers akan lebih mudah diminta
pertanggungjawabannya.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia
terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal
berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs
berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu
situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti
diwaspadai.
Periksa fakta
Perhatikan dari
mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi
seperti KPK atau Polri? Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika
hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang
utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita
yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang
terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan
kesan dari penulis berita, sehingga memiliki kecenderungan untuk
bersifat subyektif.
Cek keaslian foto
Di
era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang
bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video.
Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi
pembaca.
Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop
ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan
gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa
dibandingkan.
Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di
Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti-hoax, misalnya
Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group
Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, warganet bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax
atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh
orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup
berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Apabila masih kurang? Tips dari The Washington Post di bawah ini bisa juga dijadikan sebagai pelajaran:
1. Banyak orang sebenarnya tidak membaca konten yang mereka bagikan. Mereka hanya membaca judulnya.
Untuk mencegah Anda sendiri menjadi penyebar hoax, hilangkanlah kebiasaan membagikan konten tanpa membaca isinya secara menyeluruh.
2. Orang sering tidak mempertimbangkan legitimasi sumber berita
Situs berita hoax
bisa muncul tiap saat, tetapi kita sebenarnya bisa menghindari
jebakannya dengan bersikap lebih hati-hati melihat sebuah situs. Sikap
hati-hati ini juga berlaku bagi narasumber yang mereka kutip, minimal
dengan mencari referensi lanjutan di Google atau situs lain yang sudah
terpercaya.
3. Orang cenderung mudah kena bias konfirmasi
Orang
punya kecenderungan untuk menyukai konten yang memperkuat kepercayaan
atau ideologi diri atau kelompoknya. Hal ini membuat kita rentan
membagikan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sekalipun konten
tersebut hoax.
Jika Anda membaca berita yang betul-betul
secara sempurna mengukuhkan keyakinan Anda, Anda harus lebih
berhati-hati dan tidak buru-buru memencet tombol share.
4. Orang mengukur legitimasi konten dari berita terkait
Sebuah
berita belum tentu bukan hoax hanya karena Anda melihat konten terkait
di media sosial. Jangan buru-buru menyimpulkan lalu ikut membagikannya.
Kadang-kadang, hoax memang diolah dari berita media terpercaya, hanya
saja isinya sudah diplintir.
5. Makin sering orang melihat sebuah konten, makin mudah mereka mempercayainya
Hanya
karena banyak teman-teman Anda share berita tertentu, bukan berarti
berita tersebut pasti benar. Alih-alih langsung mempercayai dan
membagikannya, Anda bisa mencegah ikut ramai-ramai termakan hoax dengan
melakukan pengecekan lebih lanjut.
(adv/adv)
Komentar
Posting Komentar